Senin, 24 Januari 2011

bersama///

Setelah mencoba mencurahkan perasaan dan rasa rindu yang lama tak terobati. Minggu dini hari itu (23/1), kurasakan keikhlasannya bersamaku, dengan kepala bersandar di pahaku, setelah menaruh kepercayaan begitu besar atasnya, dia tertidur lelap,,,

Ku hargai itu. Bukan nafsu yang kubawa, melainkan rasa sayang yang ingin ku benamkan dalam jiwanya.

Semakin nampak terlelap, semakin besar pula rasa ingin melindunginya dari angin malam yang mulai menggelitik tubuh.

"Dalam tidurnya, ku ingin sampaikan bahwa aku sangat mencintai dan menyayanginya."


Bumi terus berputar dan terus mendekati fajar, hanya terdengar suara televisi yang menyiarkan acara olahraga bola yang mungkin tanpa penonton, dan sesekali suara knalpot motor menghentakan sunyinya malam..hari mulai senyap, dinginnya malam terus menyelimutkan kami.

Dengan sadar, sekarang, wanita yang ku cintai itu berada tepat di pangkuanku sambil tertidur lelap dan nampak terus terbawa arus bawah sadarnya.

Sesekali, telapak tanganku mengelus dahi hingga rambutnya, itu dilakukan sebagai ungkapan betapa besarnya cintaku dan menginginkan dia menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Mendidik keturunan kami hingga tumbuh dewasa, sambil membenamkan perangai yang indah, bertaqwa pada-Nya serta mampu menjadi manusia yang bermanfaat bagi seluruh makhluk-Nya.

Ku belai rambutnya serta pudaknya sambil meraih kehangatannya, dan menyalurkan rasa sayangku padanya.

Ingin ku tatap wajahnya yang membelakangiku, tapi sulit, sebab, aku tak mau menggerakan badanku yang akhirnya justru mengganggu tidurnya.

Padahal, pikirku, wajahnya itu pasti mampu memberikan kesejukan serta menambah rasa ingin memilikinya.

Tanpa tak terasa mataku pun mulai redup diiringi dengan nyanyian jangkrik, yang diringi dengan detakan jam dinding.

Punggunggu yang mulai terasa pegal tertanda ingin dibaringkan. Ditambah suasana yang semakin senyap, akibat telah dipadamkannya lampu serta siaran pertandingan bola.

Sekarang, hanya suara jangkrik serta detakan jarum detik pada jam dinding yang terdengar. Tak ada lagi suara lainnya, bunyi kendaraan yang melintaspun tak kurang dari 10 menit terdengar.

Sekarang, dia sudah tak lagi tidur dipangkuanku, tapi masih didekatku sambil menorehkan wajahnya kedinding seakan malu..malu jikaku memperhatikannya.

Meski gelap, namun semakin mempermudah jika ingin melihat wajahnya.

Dan benar saja dugaanku, saat ku tatap wajahnya, kehangatan seakan menghampiri dan menyelimuti dinginnya angim malam kaki gunung geulis.

Setiap kali menatap wajahnya, kurasakan hal yang sama, ingin mengecup dahinya, dan memeluknya.
Tapi, aku tahu dia masih belum muhrimku. Mungkin nanti saat ijab kabul sudah diucapkan.

Bingung, semakin senyap, malah semakin susah mataku dipejamkan. Owh, mungkin karena tak terbiasa mata ini dipejamkan dengan kondisi gelap. Mungkin itu penyebabnya.

Atau mungkin karena aku juga telah terbiasa bercengkrama dengan waktu dini hari.

Hanya ditemani dengan candaan ikan di depan rumahnya, sesekali bangun dan menatap lagi, dan lagi wajahnya.

Sekarang jarum jam di dinding rumahnya, sudah menunjukan angka 03.25 WIB.

Sambil menunggu panggilan subuh, terus menatap wajahmu. Dan akhirnya ku beranikan diri untuk mengecup dahinya, ku landaskan juga philtrum (nama hidung dan bibir-red) tepat di dahinya beberapa detik sambil mencoba membenamkan rasa sayang.

Allah,,maafkan aku bila jalan ini salah, sebab aku tak kuasa menahan rasa itu, sungguh...dalam rasa bersalah, ku mohon ya rabb, mudahkan kami memasuki jalur halal-Mu, dimana kecupan dan sentuhan itu berbuah pahala..Amien..

0 komentar :